Posts

Hadir untuk Pergi

Hadir untuk Pergi Tangan melambai, menyapa diri yang kosong. Mata menatap, menguatkan diri yang rapuh. Bibir berucap, menggairahkan diri dari segala sepi dan, Hati mengetuk, menghadirkan segala rasa. Telah tumbuh rasa yang berwarna, menepis segala kekosongan hingga terasa kehangatan dalam jiwa. Hadir pula harapan dari waktu ke waktu, Menghepaskan semua asa dan lara berganti menjadi tawa dan bahagia. Tak pernah terbesit sedikitpun akan sirna, Energimu menguatkanku, entah itu hanya sesaat atau untuk sepanjang masa dalam hidupku. Tak ingin rasanya melepas, namun tak ada genggaman lagi, Hadirmu menerangi, memudar dan menghilang Seperti cahaya matahari terbit di pagi hari dan akan tenggelam di kala senja. Ratnening96

-Akan Indah-

-Akan Indah- Kabut menyuramkan yang terang. Mendung menggelapkan yang bercahaya. Ia tak diinginkan, namun Ia ditakdirkan. Ia tak menyakiti, Ia hanya menyadarkan. Bahwa segala yang indah tidak didapatkan dengan mudah. Bahwa semua harapan butuh proses agar  indah pada waktunya. Hujan badai selalu menghadirkan pelangi. Karena Ia tak pernah mendustai luka yang diobati pasti akan sembuh. ratnening96

Kehadiran

Kehadiran Dinding kamar penuh warna, Terlihat tak hanya rupa, Namun ada kehidupan yang bermakna, Ditemani dengan tangisan manja, Menjadi kebahagiaan hati sang bunda, Telah hadirnya putri jelita, Disambut ceria oleh cahaya surya. Pertaruhan nyawa dilalui begitu lama, Waktu adalah saksi bunda berusaha, Ayah adalah penyembuh setiap luka, Hingga jelita lahir ke dunia, Tanpa rasa sedih dan kecewa.

Tak Lagi Sama

Tak Lagi Sama Hey, Kenapa harus singgah? Andai saja aku bisa mengulang kembali waktu itu, Mungkin aku berusaha untuk tidak membiarkannya tumbuh, Tumbuh dan bersemi sepanjang waktu bersama tangis dan tawa. Bukan! Bukan salahku! Harusnya kau juga tidak hadir dengan rasa nyaman itu, Kita hanya sebatas jari kelingking, tapi itu dulu. Dan semua berubah, entah bagaimana alurnya, Hati satu sama lain menginginkan jari manis, Sebagai bukti sebuah tanggung jawab dari rasa yang terkecimpung. Kini tak dapat kujelaskan, bagaimana hati ini membeku, Ketika cerita tak lagi seindah dulu, ketika tanggung jawab telah punah, Ketika semua yang terlihat indah kini hanya sebuah tanaman tanpa bunga, Waktu dan jarak telah merubah keegoisannya, melupakan kodratnya, Api yang membara karena cinta, kini padam karena pengkhianatan.

Kenapa aku

Tanda tanya penuhi pikiran, Beradu dengan hati yang bergejolak, Tak terasa panas menerpa, terbiasa dingin menyerang, terjatuh namun berusaha bangkit,  Ku saksikan duri dengan lapang, meski hati telah berteriak, menjerit kecil dalam rasa yang sangat dalam. Rasaku adalah kesalahan yang ku rasa benar,  Aku bertahan untuk menjadikannya benar tanpa ada kesalahan, Dan aku menang ! Namun, Duri semakin banyak, semakin runcing dan tajam menghampiri, Kenapa harus aku?  Apa yang telah aku perbuat hingga duri semakin menyiksa. Aku tak seperti pisau yang mampu menjadikannya tumpul, Hingga akhirnya aku gagal !

Karena kamu

Ia bisa seperti mentari yang bersinar terang dan menyinari semesta, Memberikan kehangatan jiwa, menghidupkan kembali semangat sang pejuang. Terkadang terlalu ego hingga menjadikannya terbakar dan hangus. Namun, Selalu sejuk ketika Embun pagi bersahaja. Ia bisa seperti senja yang jingganya membuat siapa saja jatuh hati, Mempesona dan elegan terpancar dari segala penjuru negeri. Terkadang terlalu angkuh hingga ia lupa dan menjadikannya gelap tak bercahaya. Namun, selalu indah ketika bulan dan bintang bersinar terang.

Jangan tanya

Aku bergemuruh ketika ada yang melukai, Aku menyambar ketika ada yang menjatuhkan, Aku membara ketika ada yang mengkhianati, Aku berontak ketika tidak ada keadilan, Aku geram ketika tidak ada kejujuran, Aku pertegas ketika disalahkan, Bukan berarti aku keras! Ada saatnya, Aku paham ketika tidak dihargai, Aku diam ketika tidak ada kesempatan, Aku pergi ketika usaha dan perjuangan hanya disia-siakan. Hingga jangan pertanyakan mengapa demikian!